Berbakti kepada orang tua (ilustrasi).
Oleh Muhbib Abdul Wahab
Diriwayatkan al-Bukhari
dan Muslim dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW pernah berkisah. Ada
tiga orang bersahabat pergi ke suatu tempat, tiba-tiba hujan turun
deras, lalu mereka berlindung dalam sebuah gua di lereng gunung.
Tak
lama kemudian, sebongkah batu padas longsor dan menutupi pintu gua.
Mereka berusaha mendorongnya tapi sia-sia. Salah satu di antara mereka
berkata, “Mari masing-masing kita berdoa dengan menyebut perbuatan
paling mulia yang pernah kita lakukan.”
Orang pertama berkata:
“Ya Allah, aku mempunyai ayah dan ibu yang sudah renta. Setiap hari aku
pergi menggembala, dan ketika pulang kubawakan susu perahan untuk
diminumnya.
Setelah keduanya meminum susu itu, aku baru berikan
sisanya untuk istri dan anak-anakku. Pada suatu hari aku terlambat
pulang, dan kudapati kedua orang tuaku telah tidur.
Aku enggan
membangunkan, dan aku sabar menunggu sampai waktu subuh tiba, sementara
anak-anaku merengek minta susu. Anak dan istriku baru kuberi susu
setelah orang tuaku meminumnya.
Ya Allah, jika menurut-Mu aku
melakukan hal itu semata-mata karena mengharap ridla-Mu, berikanlah
kepada kami jalan keluar dari kesulitan ini.” Tak lama setelah doa ini
dipanjatkan, batu yang menutupi mulut gua tadi sedikit bergeser.
Orang
kedua berkata: “Ya Allah, Engkau pasti mengetahui aku pernah jatuh
cinta kepada seorang gadis anak pamanku. Aku menginginkan kehangatan
tubuhnya tapi dia menolak.
Suatu hari pada beberapa tahun
kemudian dia datang kepadaku dan berkata, kau tidak akan mendapatkan
dirinya apa yang aku minta sebelum aku memberinya seratus dinar. Dengan
kerja keras aku berhasil mengumpulkan uang yang dimintanya.
Setelah
itu aku datang menagih janji, tapi dia berkata, ‘Takutlah kepada Allah,
dan ketahuilah bahwa cincin tidak bisa dilepas kecuali oleh yang berhak
(maksudnya, keperawanan tidak bisa dibuka kecuali dengan pernikahan)’.
Akupun
berdiri meninggalkannya dengan perasaan malu. Ya Allah, kalau aku
melakukan hal itu dengan ikhlas karena mengharap ridha-Mu, maka
tolonglah kami dari kesulitan ini.” Maka batu itupun terbuka dua
pertiga, namun mereka belum bisa keluar.
Orang ketiga berkata:
“Ya Allah, Engkau mengetahui dahulu aku mempekerjakan seseorang dengan
upah tiga kilo jagung, tapi ia tidak mengambil upahnya. Jagung itu lalu
kutanam dan hasilnya aku belikan seekor sapi.
Suatu hari ia
datang dan menanyakan haknya. Aku katakan kepadanya agar mengambil
sapinya. Dia tidak percaya dan meminta agar tidak memperolokkannya. Aku
katakan bahwa aku tidak memperolokkannya. Aku tegaskan, sapi itu adalah
haknya.
Lalu aku ceritakan kepadanya apa yang terjadi. Ya Allah,
jika menurut-Mu apa yang kulakukan ini semata-mata mengharap ridha-Mu,
maka tolonglah kami dari kesulitan ini.” Maka –kata Nabi SAW—batu itu
bergeser, dan pintu gua itu terbuka.
Kisah Nabi SAW tersebut
menginspirasi kita, investasi amal kebaikan yang dilakukan secara ikhlas
tidak hanya merupakan kunci diterimanya doa, melainkan juga menjadi
modal spiritual untuk solusi terhadap suatu masalah.
Doa yang
dilandasi iman, ikhlas dan investasi kebaikan dapat menjadi solusi
terhadap berbagai kesulitan hidup. Karena itu, berdoa bukan sekedar
meminta dan mengharap kemurahan Allah tanpa dibarengi investasi kebaikan
yang didekasikan untuk kemanusiaan dan semata-mata mengharap ridha-Nya.
Berinvestasi
kebaikan dan kemuliaan di mata Allah tidak ada yang sia-sia. Investasi
kebaikan itu seharusnya membuat kita semakin yakin bahwa doa akan
selalu menjadi solusi dari berbagai persoalan kita.
“Sungguh
Allah itu Mahahidup dan Mahapemberi. Dia malu –apabila ada seorang yang
menengadahkan kedua tangan kepada-Nya—untuk membiarkannya kembali dalam
keadaan hampa, sia-sia.” (HR. Abu Dawud dan At-Turmudzi).
Namun demikian, idealnya kita tidak hanya berdoa ketika mengalami kesulitan, sementara tidak berdoa saat mendapat kenikmatan.
Sabda Nabi SAW, “Siapa menginginkan doanya di waktu kesusuhan dikabulkan oleh Allah, hendaklah ia memperbanyak doa di waktu lapang dan bahagia.” (HR. At-Turmudzi dan Al-Hakim). Investasi kebajikan adalah investasi dunia akhirat yang tidak pernah mengecewakan.
“Kebajikan
apa saja yang kamu usahakan (investasikan) bagi dirimu, tetapi kamu
akan mendapati pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Baqarah/2: 110). Karena itu,
ber-fastabiqul khairat perlu terus dipupuk dan dikembangkan dalam segala
situasi dan kondisi.
Selain sebagai solusi, doa yang dikawal
dengan investasi kebajikan juga merupakan sumber kenikmatan spiritual
bagi orang-orang percaya kepada kemahabesaran dan kemurahan Allah.
Mendekatkan
diri kepada Allah SWT melalui doa tentu bukan menjadi pilihan terakhir
setelah usaha dan kerja keras dilakukan, tetapi merupakan amalan
sepanjang hayat yang harus menyertai dinamika kehidupan kita, baik saat
dukacita maupun bahagia.
Jika Allah sangat dekat dengan kita,
bahkan lebih dekat dari urat nadi kita sendiri, mengapa kita tidak
mendekati-Nya untuk memohon kemurahan dan kasih sayang-Nya?
Sekiranya
kita sering dikecewakan orang lain, yakinlah bahwa melalui investasi
kebaikan, Allah tidak akan pernah mengecewakan kita. Wallahu a’lam
Sumber : http://www.republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar