Islam sangat menjunjung tinggi kejujuran. Dalam Islam, sikap jujur (shidiq) bahkan menjadi salah satu sifat mutlak seorang Nabi atau Rasul. Orang-orang yang berlaku jujur (shiddiqin), dalam al-Quran disandingkan dengan para Nabi, orang-orang yang mati syahid (syuhada) dan orang-orang sholih.
Sebaliknya, kebohongan adalah awal dari
sebuah kehancuran. Seseorang yang sudah biasa berbohong, baik dalam
ucapan maupun tindakan, pada hakekatnya tengah menjerumuskan dirinya
dalam kehinaan. Dia sedang menggali kuburnya sendiri. Karena,
serangkaian tindak kebohongan yang dia lakukan, lambat laun pasti akan
terbongkar juga. Ibarat kata, sepandai apa pun seseorang menyembunyikan
bangkai, lama kelamaan akan tercium juga baunya.
Kalau kita lihat dan amati kondisi saat
ini, tampaknya kejujuran sudah menjadi barang langka. Demi menjaga citra
diri di hadapan publik, dengan dalih gengsi, karena alasan ingin
di’anggap’ oleh orang lain, seringkali manusia-manusia modern dewasa ini
tidak jujur pada diri sendiri, lebih-lebih kepada orang lain. Mereka
lebih senang memakai topeng, daripada menunjukkan wajah aslinya.
Padahal, semakin lama topeng-topeng tersebut mereka kenakan, semakin
jauh mereka dari jati diri mereka sesungguhnya. Dan, hakekatnya semakin
menyiksa diri mereka sendiri karena harus hidup dalam kepura-puraan.
Orang-orang yang ingin dianggap sebagai
orang kaya, misalnya, padahal kenyataannya bertolak belakang dengan
kehidupan mereka sesungguhnya, akan bersikap dan bertindak seolah-olah
sebagai orang kaya. Semakin dia memaksakan diri mengikuti gaya hidup
orang kaya, semakin tersiksa pikiran dan jiwanya. Karena dia harus
berpikir keras bagaimana dapat memenuhi tuntutan seolah-olah menjadi
orang kaya.
Para pedagang, yang hanya menjalankan
usaha atau bisnisnya dengan tujuan komersial, yakni menangguk untung
sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara, tanpa mengindahkan
nilai-nilai moral (agama), akan sangat mudah berlaku tidak jujur alias
berbohong. Tidak jarang kita jumpai, mereka berlaku tidak jujur dalam
menjalankan roda bisnisnya. Dalam perkataan, misalnya, mereka bahkan
berani bersumpah atas nama Allah ketika seorang pembeli menawar barang
dagangannya dengan harga rendah. Dia mengatakan, ‘Demi Allah, sudah ada
yang nawar lebih dari itu dan tidak diberikan’, meskipun kenyataannya
belum tentu benar. Dalam tindakan, ada pedagang yang mengurangi
timbangannya dengan beragam cara, dengan tujuan mendapat keuntungan
lebih banyak dari kondisi timbangan normal.
Bagaimana pun, kebohongan yang sudah
terlanjur mereka lakukan, jika tidak segera mereka sadari dan hentikan,
akan terus merongrongnya sampai kapan pun.
Untuk itu, berlaku jujurlah baik dalam
ucapan ataupun tindakan. Betapapun pahitnya, yakinlah bahwa kejujuran
akan lebih dihargai dan mendapat tempat di hati orang lain daripada
kebohongan.
Sumber : http://didijunaedihz.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar